Islam
Budaya Arab ?
Sebagian
kaum muslimin agak sulit membedakan antara Islam dengan budaya Arab. Sehingga
sering terjadi salah paham terhadap kedua hal tersebut. Budaya Arab terkadang
diangggap sebagai Islam, dan sebaliknya islam dianggap sebagai budaya Arab. Hal
ini perlu kita pelajari lebih dalam agar kita dapat membedakan antara agama dan
produk budaya.
Kondisi
Budaya Dunia sebelum dan setelah Islam
Sebelum
Islam diturunkan diseluruh negeri, dunia diliputi oleh kebodohan dan kegelapan
yang merata disegala lini kehidupan. Kehidupan mereka kala itu jauh dari ilmu,
karena memang agama terakhir saat itu yaitu nashrani, tidak dijamin oleh Allah
Ta`ala kekekalan dan kasliannya seperti Allah Ta`ala menjamin kekekalan dan
keaslian Islam, sehingga merekapun menjalani kehidupan didunia ini hanya
semata-mata mengikuti naluri dan selera nafsu mereka semata. Oleh sebab itu
budaya kehidupan di seluruh negeri saat itu, tidak terlepas dari syirik,
khurafat dan sebagainya sesuai dengan latar belakang budayanya masing-masing.
Zaman itulah yang kita kenal dengan istilah zaman jahiliyyah.
Kemudian
datanglah Islam dengan mambawa wahyu Allah Ta`ala dalam bentuk Al Qur`an dan
Assunnah, yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu `Alayhi Wasallam. Islam
datang sebagai “pengkritik” segala budaya-budaya yang ada di dunia. Kritik yang
dilakukan Islam adalah dalam rangka menyempurnakan Akhlaq manusia agar
menciptakan kehidupan manusia yang benar-benar manusiawi, baik akhlaq manusia
sebagai makhluq kepada Allah sebagai Khaliqnya (pencipta) yang diistilahkan
juga dengan hablum minallah, maupun akhlaq antara sesama manusia atau hablum
minan naas. Dalam hal ini Rasulullah Shalallahu `Alayhi wa Sallam bersabda:
“Artinya
: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq-akhlaq yang mulia“.
[Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam 'Adabul Mufrad' dan Imam Ahmad. Lihat
'Silsilah Ash-shahihah 15']
Fungsi
Islam sebagai pengkritik ini pertama kali dijalankan sejak pertama kali Islam
itu turun ke muka bumi ini. Berhubung Islam turun di Arab, maka pihak yang
pertama kali dikritik oleh Islam adalah budaya Arab. Ketika itu bangsa Arab
sebagaimana bangsa-bangsa yang lainnya adalah bangsa yang tenggelam dalam
berbagai kerusakan akhlaq, mereka gemar berperang baik antar suku maupun antar
qabilah, mereka juga gemar meminum khamr, judi dan mereka memperlakukan wanita
layaknya seperti barang, dan kerusakan terbesar pada saat itu adalah perbuatan
mereka yang beribadah kepada Allah namun juga beribadah kepada selain Allah
(Syirik), dan masih banyak lagi kerusakan-kerusakan akhlaq yang lainnya pada
masa itu yang menjadikan kehidupan mereka jauh dari sifat manusiawi yang
haqiqi. Maka mulailah Islam menjalankan fungsinya sebagai pengkritik. Dimulai
dari hal yang terpenting yang menjadi prioritas utama yaitu kerusakan akhlaq
manusia terhadap Allah yaitu perbuatan syirik. Dimana asas-asas budaya Arab
yang saat itu mengandung unsur-unsur kesyirikan, khurofat dan sebagainya,
semuanya dikoreksi total oleh Islam dan diganti dengan asas-asas yang
berlandaskan ketauhidan kepada Allah Ta`ala, hingga akhirnya bangsa Arab
berubah dari bangsa yang penuh dengan kesyirikan, khurofat dan sebagainya tadi,
menjadi bangsa yang muwahhid (mentauhidkan Allah Ta`ala).
Demikianlah
fungsi koreksi itu terus masuk ke semua lini kehidupan dan budaya bangsa Arab,
hingga akhirnya masayrakat dan budaya Arab itu tunduk kepada Islam. Oleh sebab
itu bangsa Arab justru bangsa yang paling pertama merasakan serangan kritik dan
koreksi dari Islam. Kemudian fungsi kritik itu terus meluas masuk ke
negara-negara sekitarnya seperti Persia, Romawi dan akhirnya sampai ke
Indonesia. Maka tidak ada pilihan lain bagi masyarakat atau budaya suatu
bangsa, ketika Islam masuk ke sana, sementara mereka mengkui Islam sebagai
agamanya, maka orang-orang disana harus siap untuk dikritik oleh Islam dan siap
berubah dari seorang musyrik menjadi seorang muwahhid (orang yang
bertauhid), apapun latar belakang budaya ataupun bangsanya.
Konsep
Dialog dalam Islam
Maka
sesungguhnya Islam memiliki konsep dalam berinteraksi dengan budaya-budaya
diluar Islam. Islam mempersilahkan siapapun untuk mengemukakan
pandangan-pandangan ataupun melakukan tindakan-tindakan budaya yang seperti
apapun, asalkan tidak melanggar ketentuan halal haram, pertimbangan mashlahat
(kebaikan) dan mafsadat (kerusakan), serta prinsip Al Wala`
(kecintaan yang hanya kepada Allah dan apa saja yang dicintai Allah) dan Al
Bara` (berlepas diri dan membenci dari apa saja yang dibenci oleh Allah),
dimana ketiga prinsip inilah yang menjadi jati diri dan prinsip umat Islam yang
tidak boleh diutak-atik dalam berinteraksi dengan budaya-budaya lain diluar
Islam. Sehingga dari ketiga prinsip ini akan lahir sebuah Kebudayaan Islam,
dimana kebudayaan Islam ini selalu memiliki satu ciri khusus yang tidak
dimiliki oleh budaya dan bangsa manapun diluar Islam, yakni budaya yang
berasaskan Tauhidul `Ibadah Lillahi Wahdah (mempersembahkan segala
bentuk peribadatan hanya kepada Allah). Sehingga selama prinsip-prinsip dan
asas tersebut tidak dilanggar, maka kita dipersilahkan seluas-luasnya untuk
berhubungan ataupun mengambil manfaat dari bangsa-bangsa dan budaya manapun
diluar Islam. Sebab segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini, baik itu sifatnya
ilmu pengetahuan maupun materi (yang selain perkara agama tentunya), itu semua
memang diciptakan oleh Allah untuk kita ummat manusia, khususnya kaum muslimin,
walaupun berasal dari orang-orang kafir, sebagaimana Allah Ta`ala berfirman
dalam surat Al Baqarah (29):
Artinya:”Dialah
(Allah), yang telah menciptakan segala yang ada dibumi ini untuk kalian…”
Maka
sesungguhnya kedudukan budaya Arab itu sama dengan budaya Persia, Romawi,
Melayu, Jawa dan sebagainya dimana budaya-budaya tersebut adalah pihak yang
harus siap dikirtik oleh Islam ketika Islam telah masuk ke negeri-negeri
tersebut. Maka tidak benar jika dikatakan Islam (seperti jilbab, kerudung dan
sebagainya) adalah produk budaya Arab. Sebab justru budaya Arab adalah budaya
yang paling pertama dikritik dan dikoreksi oleh Islam sebelum budaya-budaya
yang lainnya. Maka apa saja yang telah diterangkan oleh Allah dan RasunNya
sebagai agama, maka itulah Islam, sementara segala sesuatu yang tidak
diterangkan oleh Allah dan RasulNya dalam perkara agama, maka itu bukanlah
Islam, meskipun perkara tersebut telah menjadi kebiasaan dan populer pada
masyarakat Arab atau masyarakat Islam yang lainnya. Sebab Arab tidaklah sama
dengan Islam, dan sebaliknya Islam tidaklah serupa dengan Arab. Akan tetapi
budaya Arab dan budaya-budaya yang lainnya yang mau tunduk kepada Islam, maka itulah
yang pantas dinamakan budaya Islam. Wallahu A`lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar